SMA 1 Durenan Diduga Tutup Rapat Informasi Publik , Beberapa Media Dihalangi Saat Jalankan Tugas Jurnalistik

SMA 1 Durenan Trenggalek
SMA 1 Durenan Trenggalek (Foto : Istimewa)

NewsTujuh.com , Trenggalek – Sebuah peristiwa mengejutkan sekaligus memprihatinkan terjadi di SMA Negeri 1 Durenan, Kabupaten Trenggalek. Ketika seharusnya dunia pendidikan menjadi simbol keterbukaan, kejujuran, dan transparansi, justru di instansi ini terjadi penolakan terhadap tugas jurnalistik oleh seorang oknum guru berinisial AN, yang menjabat sebagai Humas.

Kedatangan sejumlah wartawan dari berbagai media pada Kamis (14/4/2025) bermaksud untuk melakukan konfirmasi terkait pelaksanaan pendidikan di sekolah tersebut, serta kesiapan menghadapi ujian nasional. Namun, yang mereka temui bukan ruang diskusi terbuka, melainkan tembok penghalang bernama birokrasi sempit dan arogansi kekuasaan.

Bacaan Lainnya

Kronologi dimulai saat wartawan di minta  menyerahkan kartu identitas pers mereka kepada satpam sekolah, yang kemudian membawanya masuk untuk dikonfirmasikan  kepada pihak dalam. Sekitar 10 menit kemudian, satpam kembali dengan alasan bahwa kepala sekolah sedang rapat dan Humas masih di kamar mandi. Karena merasa itu bukan kendala berarti, wartawan memutuskan untuk menunggu.

Namun ketika AN akhirnya keluar menemui mereka, yang terjadi sungguh di luar dugaan. AN tampil dengan wajah cemberut, tanpa ramah tamah, langsung mempertanyakan legalitas media yang datang dan mempersoalkan apakah media tersebut telah terverifikasi di Dewan Pers dan ikut di Organisasi apa. AN lalu menunjukkan beberapa lembar Standar Operasional Prosedur (SOP) internal sekolah yang seolah-olah menjadi dasar penolakan konfirmasi dari media mana pun yang tidak sesuai dengan kriterianya.

Tak hanya itu,dengan sinis dan sikap penuh tekanan, AN juga secara eksplisit menayakan perusahaan Pres ini sudah masuk organisasi Pers seperti PWI, Aji atau belum, dan  melarang para wartawan untuk melakukan perekaman video atau pengambilan foto selama berada di lingkungan sekolah, meskipun para wartawan telah menjelaskan bahwa tindakan mereka sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kami dilarang memotret, kami dilarang merekam. Bahkan kami diperlakukan seolah kami datang untuk menginterogasi, bukan mewawancarai,” ujar Yoyok salah satu jurnalis di tempat kejadian.

Sikap represif ini semakin menegaskan adanya ketertutupan dalam lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi ruang publik dan bukan zona steril dari pengawasan. Tindakan pelarangan dokumentasi ini mencederai prinsip keterbukaan informasi, serta bertentangan dengan semangat demokrasi dan reformasi birokrasi.

Oknum  Guru  tersebut secara nyata telah melanggar nilai-nilai dasar penyelenggaraan negara yang bersih, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Penolakan terhadap pers yang sah juga mengindikasikan adanya potensi upaya pembungkaman terhadap akses publik untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di balik dinding-dinding institusi pendidikan.

Apakah ada yang ingin disembunyikan? Mengapa wartawan tidak boleh memotret atau merekam?

Pertanyaan-pertanyaan itu kini menggantung di benak publik. Jika pendidikan adalah milik rakyat, maka rakyat pun berhak tahu. Pers adalah jembatan antara publik dan institusi. Dan ketika jembatan itu diputus, maka yang tersisa hanyalah kecurigaan dan kabut informasi.

Dinas Pendidikan Jawa Timur  atau Kacabdin yang ada di wilayah harus segera turun tangan dan menyelidiki sikap AN yang dinilai melecehkan fungsi pers serta mempermalukan wajah pendidikan di Trenggalek.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *