SE Gubernur Dikritik , Ini Kata Pengamat :

illustrasi sound horeg (Foto : editing @newstujuh)
illustrasi sound horeg (Foto : editing @newstujuh)

NewsTujuh.com , MADIUN – Muncul surat edaran (SE) bersama Gubernur Jawa Timur, Kapolda Jatim, dan Pangdam V/Brawijaya tentang pengaturan penggunaan sound system, atau yang dikenal dengan sound horeg akhirnya mendapat beragam tanggapan dari publik. Salah satunya berasal dari pengamat kebijakan publik, Alie Zainal dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Malang.

Menurutnya, SE tersebut belum mencerminkan kondisi nyata di lapangan dan tidak disusun berdasarkan data yang valid. Hal ini menyebabkan masih banyak ketidakjelasan dalam pelaksanaannya.

Bacaan Lainnya

“SE ini bukan evidence based policy atau kebijakan berbasis bukti, karena tidak menggunakan data dan fakta nyata masyarakat sebagai dasar pengambilan kebijakan,” ujarnya,Selasa (12/08).

Alie menyoroti salah satu poin dalam SE yang menetapkan batas volume suara di angka 120 desibel. Padahal, menurut para ahli, ambang batas aman suara hanya sekitar 80 desibel. Hal ini menjadi salah satu contoh kebijakan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan.

Selain itu, ia menilai SE cenderung mengulang peraturan lama, seperti uji KIR kendaraan dan larangan narkoba, tanpa menambahkan kebijakan baru yang mampu menjawab persoalan di lapangan secara efektif.

“Kalau hanya untuk mengingatkan kembali, boleh saja, tetapi ini tidak efisien. Perlu kebijakan yang benar-benar menjawab masalah masyarakat,” tambahnya.

Alie juga menekankan bahwa keberhasilan SE ini sangat bergantung pada pengawasan dan penindakan langsung dari aparat terkait. Tanpa langkah tegas di lapangan, potensi konflik horizontal tetap tinggi.

“Jika pelanggaran tidak ditindak dengan segera, maka SE ini akan sia-sia. Pengawasan ketat dari kepolisian sangat dibutuhkan,” tegasnya.

Meski mengkritik, Alie memberikan apresiasi atas kerja sama antara Pemprov Jawa Timur, TNI, dan Polri dalam menangani keresahan masyarakat terkait sound horeg. Ia berharap aturan yang telah dibuat tidak hanya menjadi dokumen formal, melainkan benar-benar diimplementasikan.

“Pemerintah sudah hadir, namun implementasi dan pengawasan harus dikawal agar kebijakan ini menjawab keresahan masyarakat,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *