Klarifikasi Kepala Sekolah SMAN 1 Karangan Dinilai Kontradiktif, Wali Murid Bingung
- account_circle Bayu
- calendar_month 47 menit yang lalu
- comment 0 komentar

Klarifikasi Kepala SMAN 1 Karangan soal dugaan pungutan dinilai kontradiktif, membuat wali murid bingung dan mendesak transparansi dana pendidikan. (Foto : NewsTujuh)
NEWSTUJUH.COM | TRENGGALEK – Polemik dugaan pungutan di SMAN 1 Karangan, Kabupaten Trenggalek terus bergulir. Wali murid mengaku terbebani dengan iuran yang disebut mencapai Rp150 ribu per bulan serta tambahan Rp1 juta untuk pembangunan Gedung Olahraga (GOR). Kabar ini mencuat setelah sejumlah orang tua siswa menyampaikan keluhan kepada awak media.
Menurut wali murid, kewajiban membayar tersebut tidak hanya memberatkan secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan kesan bahwa sekolah telah menetapkan aturan keuangan di luar ketentuan resmi dari pemerintah.
Menanggapi tuduhan itu, Kepala SMAN 1 Karangan, Agus Joko Santoso, S.Pd., memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa sekolah tidak pernah melakukan pungutan sebagaimana dituduhkan.
“Untuk angka atau nominal itu tidak benar. Itu hanya sliweran dari beberapa wali murid. Kalau orang Jawa, kita punya karakter gotong royong. Nah, kesempatan untuk menghidupi nilai gotong royong itu adalah dengan menyumbang. Kami tidak mewajibkan, kalau ada yang mau menyumbang, silakan. Kami hanya memfasilitasi dengan nomor rekening. Dari musyawarah kemarin pun tidak ada kesepakatan nominal,” jelas Agus, Senin (22/9/2025).
Ia menambahkan, pihak sekolah hanya memfasilitasi sumbangan sukarela melalui rekening komite sekolah. Menurutnya, tidak ada ketentuan nominal dan tidak ada kewajiban pembayaran yang dibebankan kepada orang tua siswa.
Meski sudah memberikan pernyataan resmi, klarifikasi kepala sekolah justru memicu tanda tanya baru. Sejumlah wali murid tetap bersuara bahwa mereka diminta membayar Rp150 ribu per bulan dan Rp1 juta untuk pembangunan GOR.
Seorang aktivis pendidikan lokal menilai jawaban kepala sekolah kontradiktif.
“Kalau memang tidak ada angka yang ditentukan, dari mana asal informasi wali murid soal nominal yang sama? Apalagi mereka diarahkan membayar lewat rekening komite. Pernyataan ini membingungkan publik, karena berbeda dengan fakta di lapangan,” ujarnya.
(H3) Sukarela Seharusnya Tanpa Nominal
Aktivis tersebut juga menekankan bahwa prinsip sumbangan sukarela berarti tanpa angka dan tanpa batas waktu. “Kalau sudah ada cerita nominal seragam dari banyak wali murid, sulit disebut sekadar isu simpang siur,” tambahnya.
Perbedaan pernyataan antara pihak sekolah dan wali murid membuat orang tua siswa berada dalam posisi serba salah. Di satu sisi, sekolah menyebutnya sebagai sumbangan sukarela. Namun di sisi lain, wali murid merasa ada tekanan moral untuk membayar sejumlah uang dengan nominal yang jelas.
Situasi ini semakin mempertebal desakan publik agar dilakukan audit menyeluruh terhadap mekanisme penggalangan dana di SMAN 1 Karangan. Transparansi penggunaan dana pun menjadi tuntutan utama, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara sekolah, komite, dan wali murid.
Polemik dugaan pungutan di SMAN 1 Karangan, Trenggalek, masih menyisakan banyak pertanyaan. Klarifikasi kepala sekolah yang menyebut hanya ada sumbangan sukarela dinilai kontradiktif dengan pengakuan wali murid yang menyebut angka nominal.
Kasus ini menegaskan pentingnya transparansi dan komunikasi terbuka antara pihak sekolah dan wali murid. Tanpa itu, dugaan pungutan liar bisa terus mencoreng dunia pendidikan dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi sekolah.
Bersambung…
- Penulis: Bayu
- Editor: Narulata
Saat ini belum ada komentar