Proyek Normalisasi Sungai Ngasinan Picu Polemik, Kompensasi Hanya Rp. 200 Ribu
- account_circle Bayu Krisna
- calendar_month Jumat, 3 Okt 2025
- comment 0 komentar

Warga Kelutan Trenggalek Protes Kompensasi Normalisasi Sungai. (Foto : Bayu, NewsTujuh)
NEWSTUJUH.COM | TRENGGALEK – Proyek normalisasi Sungai Ngasinan di Desa Kelutan, Kecamatan Trenggalek, kian menuai tanda tanya besar. Proyek yang digembar-gemborkan sebagai solusi banjir ini justru menimbulkan luka bagi warga. Tanaman produktif mereka tumbang, lahan mereka rusak, namun kompensasi yang diberikan hanya Rp200 ribu.
Lebih parah lagi, proyek ini dijalankan tanpa ada sosialisasi yang jelas. Warga mengaku sama sekali tidak pernah diberi penjelasan sebelum alat berat meratakan lahan mereka.
> “Kami tidak pernah diajak duduk bareng, tidak pernah diberi penjelasan. Tahu-tahu tanaman roboh, lalu diberi uang Rp200 ribu. Itu bukan ganti rugi, tapi penghinaan,” tegas salah satu warga.
Kompensasi Aneh: Bukan Anggaran Resmi, Hanya “Patungan” Pekerja
Kejanggalan makin terasa ketika pihak proyek berdalih bahwa uang Rp200 ribu itu bukan dari anggaran resmi, melainkan hasil iuran pekerja lapangan.
> “Ini semampu kita, supaya semua lancar,” begitu alasan yang diterima warga.
Pertanyaan pun mencuat: bagaimana mungkin proyek besar dengan dana negara tidak memiliki pos anggaran ganti rugi untuk rakyat yang lahannya terdampak?
Warga Merasa Diintimidasi, Hak Rakyat Dikesampingkan
Sejumlah warga bahkan mengaku mendapat tekanan agar tidak mempermasalahkan kompensasi kecil tersebut. Mereka merasa haknya diinjak-injak demi kepentingan proyek.
> “Normalisasi itu baik, kami juga ingin banjir tidak datang lagi. Tapi jangan hak kami diinjak-injak. Kami butuh keadilan, bukan belas kasihan,” ujar warga lain dengan suara parau.
Pembangunan Tanpa Rakyat
Kini, warga Kelutan menuntut agar pemerintah turun tangan. Mereka meminta kompensasi yang layak, minimal separuh dari kerugian nyata yang dialami.
Kasus ini menjadi catatan serius: pembangunan yang dilakukan tanpa sosialisasi, tanpa transparansi anggaran, dan tanpa menghitung kerugian rakyat hanyalah bentuk kesewenang-wenangan.
Proyek yang seharusnya menghadirkan manfaat justru terancam menjadi bukti buruk bahwa rakyat kecil sering kali dikorbankan atas nama pembangunan.
- Penulis: Bayu Krisna
- Editor: Narulata

Saat ini belum ada komentar