SMKN 1 Trenggalek Diduga Lakukan Pungutan Berkedok Sumbangan, Total Capai Rp 1,6 Miliar
- account_circle Bayu Krisna
- calendar_month Selasa, 14 Okt 2025
- comment 0 komentar

Pungutan liar sekolah SMKN 1 Trenggalek. (Bayu Krisna, NewsTujuh)
NEWSTUJUH.COM | TRENGGALEK – Dugaan praktik pungutan berkedok sumbangan wali murid di SMKN 1 Trenggalek kini mencuat ke publik. Hal ini setelah beredarnya sebuah dokumen berjudul “Sumbangan Wali Murid Tahun 2025”, yang mencantumkan total anggaran mencapai Rp 1,649 miliar lebih.
Dalam lembar yang menyerupai dokumen resmi sekolah tersebut, tertulis sejumlah pos kegiatan yang seluruh dananya bersumber dari wali murid. Rinciannya antara lain:
• Kegiatan PHBN dan PHBA (perayaan hari besar nasional dan agama): Rp 207 juta
• Ekstrakurikuler: Rp 153 juta
• Humas: Rp 570 juta
• Kunjungan industri: Rp 375 juta
• Pembangunan sarana masjid dan pembuatan relief: Rp 204 juta

Tabel anggaran iyuran SMKN 1 Trenggalek. (Bayu Krisna, NewsTujuh)
Di kolom sebelah kanan dokumen itu, tertulis pula “Rencana Jumlah Sumbangan 1 Tahun (Rp)” dengan pembagian biaya per siswa, misalnya pada kegiatan kunjungan industri tertera biaya Rp 875.000 per siswa.
Kepala Sekolah Akui Adanya Sumbangan
Kepala SMKN 1 Trenggalek, Ibnu, saat dikonfirmasi tim wartawan tidak membantah adanya rencana pengumpulan dana tersebut. Ia menyebut bahwa sumbangan dari wali murid dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan siswa dan pengembangan sekolah.
“Semua anggaran itu dialokasikan untuk kegiatan pembelajaran, keagamaan, ekstrakurikuler, hingga pembangunan sarana ibadah. Jadi manfaatnya kembali untuk siswa,” ujar Ibnu kepada wartawan.
Namun, penjelasan tersebut tidak serta-merta meredam sorotan publik. Pasalnya, penyebutan istilah “sumbangan” dengan rincian nominal dan pembagian biaya per siswa berpotensi melanggar ketentuan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang sekolah negeri melakukan pungutan kepada peserta didik maupun wali murid.
Sumbangan atau Pungutan Terstruktur?
Menurut aturan, sumbangan hanya sah apabila tidak ditentukan jumlah, waktu, maupun sifatnya tidak mengikat. Namun, berdasarkan bukti dokumen, nominal sumbangan di SMKN 1 Trenggalek tampak telah disusun secara rinci dan dibebankan merata kepada seluruh siswa.
Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa sumbangan tersebut telah berubah fungsi menjadi pungutan terstruktur dengan nama lain.
Beberapa wali murid yang dimintai tanggapan mengaku keberatan.
“Kami paham sekolah butuh dana, tapi kalau sudah ada rincian jumlah dan semua wajib bayar sama, itu sudah bukan sumbangan sukarela. Berat bagi kami yang ekonominya pas-pasan,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebut namanya.
Pertanyaan Publik: Transparan atau Pungli Terselubung?
Publik kini mempertanyakan transparansi dan dasar hukum penyusunan anggaran tersebut. Apalagi, sekolah negeri seharusnya mendapatkan dukungan dana operasional dari BOS, BOP, maupun APBD/APBN, bukan dari pungutan wali murid.
Jika benar terdapat unsur kewajiban dalam pengumpulan dana ini, maka praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).
Kasus ini memperlihatkan perlunya pengawasan ketat terhadap praktik pendanaan di sekolah negeri, agar tidak terjadi pembebanan biaya yang melampaui kemampuan orang tua siswa.
- Penulis: Bayu Krisna
- Editor: NARULATA

Saat ini belum ada komentar