Tragedi Demonstrasi 17 Oktober 1952 , Saat Tank Dan Meriam Mengepung Istana
- account_circle Naw
- calendar_month Sabtu, 18 Okt 2025
- comment 0 komentar

Sumber : Foto Daftar Arsip Kementrian Penerangan RI 1952 No 7342
Sejarah Kelam Republik Indonesia
JAKARTA – Sejarah Indonesia tak hanya diwarnai perjuangan kemerdekaan, tetapi juga pergolakan politik yang nyaris memecah bangsa dari dalam. Salah satunya adalah tragedi 17 Oktober 1952, peristiwa ketika ribuan prajurit Angkatan Darat bersama rakyat turun ke jalan dan mengarahkan moncong senjata ke Istana Merdeka di Jakarta.
Banyak yang mengira kerusuhan Mei 1998 adalah demonstrasi paling mencekam di tanah air, namun kenyataannya, peristiwa 1952 inilah yang paling “gila” karena melibatkan kekuatan militer bersenjata lengkap, dipimpin langsung oleh para jenderal, dengan tank dan meriam siap ditembakkan.
Aksi besar-besaran itu bermula dari ketegangan antara militer dan parlemen. Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat kala itu dianggap terlalu ikut campur dalam urusan internal TNI dan berani memangkas anggaran pertahanan. Keputusan tersebut memicu kemarahan besar di kalangan prajurit, yang merasa pengorbanan mereka di medan perang tidak dihargai.
Pada pagi hari 17 Oktober 1952, ribuan pasukan memenuhi lapangan dan jalan utama Jakarta. Tank-tank Angkatan Darat dikerahkan, dan meriam diarahkan ke pusat pemerintahan. Para prajurit menuntut pembubaran parlemen, menilai lembaga tersebut menghambat reformasi di tubuh TNI.
Situasi memburuk dengan cepat. Ibu kota berubah menjadi lautan hijau, penuh kendaraan tempur dan pasukan bersenjata. Masyarakat sipil ketakutan, sementara para pejabat negara berlindung di balik tembok istana. Dalam suasana tegang itu, Presiden Soekarno akhirnya keluar ke balkon Istana Merdeka, menyerukan ketenangan dan meminta pasukan menahan diri.
“Jangan tembak! Turunkan senjata kalian. Kalian adalah anak-anakku,” begitu kira-kira makna seruan Bung Karno yang kemudian tercatat dalam sejarah. Suaranya menggema di tengah kepungan tank, menyelamatkan bangsa dari potensi perang saudara.
Meski akhirnya tidak terjadi pertumpahan darah, demonstrasi 17 Oktober 1952 meninggalkan luka politik yang dalam. Hubungan antara militer dan sipil menjadi renggang selama bertahun-tahun, dan peristiwa ini menjadi pengingat betapa rapuhnya demokrasi muda Indonesia saat itu.
Kini, tragedi tersebut dikenang sebagai demonstrasi militer paling gila dalam sejarah Indonesia momen ketika kekuatan bersenjata hampir mengambil alih kendali negara, dan sejarah Republik nyaris berubah selamanya.
- Penulis: Naw
- Editor: Nur Ulfa

Saat ini belum ada komentar