Benturan SHGB dan Aturan Irigasi Karangbong II, Sengketa Lahan PT Bernofarm Memasuki Babak Panas
- account_circle Naw
- calendar_month 6 jam yang lalu
- comment 0 komentar

Sengketa lahan PT Bernofarm di Sidoarjo terkait sempadan irigasi Karangbong II dan klaim SHGB. (Foto : Doc, NewsTujuh)
Sengketa lahan PT Bernofarm Sidoarjo memanas. Klaim SHGB bertabrakan dengan aturan sempadan irigasi Karangbong II, warga desak penegakan hukum.
NEWSTUJUH.COM, SIDOARJO – Sengketa lahan antara warga Desa Karangbong dan PT Bernofarm Laboratories kian memanas setelah muncul kontradiksi serius antara pernyataan dinas teknis Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan dalih kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang disampaikan pihak kepolisian.
Persoalan ini menyoroti dugaan pemanfaatan lahan sempadan irigasi Karangbong II yang secara regulasi merupakan kawasan lindung dan aset negara, namun diduga telah dibangun fasilitas industri oleh PT Bernofarm.
Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Kabupaten Sidoarjo sebelumnya telah menegaskan bahwa saluran air di sisi selatan pabrik PT Bernofarm merupakan bagian dari Daerah Irigasi Karangbong II.
Mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2015, setiap saluran irigasi wajib memiliki sempadan minimal setara dengan kedalaman saluran, yang berfungsi sebagai zona perlindungan dan tidak boleh didirikan bangunan permanen.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa lahan tersebut berstatus tanah negara dan memiliki fungsi strategis untuk pengairan serta kepentingan publik.
Di sisi lain, penyelidik Unit Tipidter Idik II Satreskrim Polresta Sidoarjo, Bripda Dany Bramaswara, menyebutkan bahwa PT Bernofarm telah mengantongi SHGB sejak tahun 1988.
Pernyataan tersebut memicu polemik karena secara hukum, SHGB bukanlah hak milik mutlak, melainkan hak terbatas untuk mendirikan bangunan di atas tanah negara dalam jangka waktu tertentu dan tidak boleh bertentangan dengan peruntukan ruang.
Secara yuridis, sempadan irigasi merupakan kawasan lindung yang tidak dapat dialihkan menjadi hak privat, apalagi digunakan untuk kegiatan industri yang berpotensi mengganggu fungsi pengairan.
Keberadaan SHGB di atas lahan yang secara peruntukan adalah kawasan lindung memunculkan dugaan cacat administrasi, pelanggaran tata ruang, hingga kemungkinan manipulasi data sejak awal penerbitan sertifikat.
Kondisi ini memperkuat tuntutan warga agar dilakukan penelusuran menyeluruh terhadap proses penerbitan SHGB dan perizinan bangunan PT Bernofarm.
Warga pelapor, Imam Syafi’i, mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polresta Sidoarjo dan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, untuk bersikap profesional dan objektif.
“Kami meminta aparat menegakkan aturan dengan adil dan tidak tebang pilih. Jika memang ada pelanggaran, siapa pun harus ditindak, termasuk perusahaan besar,” tegas Imam.
Ia menilai kasus ini menjadi ujian serius bagi keberpihakan negara terhadap kepentingan publik dan lingkungan hidup.
Perkembangan terbaru, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur kembali memanggil dua dinas terkait dari Pemkab Sidoarjo pada 12 Desember 2025 untuk dimintai klarifikasi lanjutan terkait tumpang tindih status lahan tersebut.
Kasus ini masih bergulir dan menjadi sorotan publik Sidoarjo, terutama terkait transparansi penegakan hukum dalam sengketa lahan yang melibatkan korporasi besar dan masyarakat.
- Penulis: Naw
- Editor: Nur Ulfa

Saat ini belum ada komentar