Renungan Hidup , Antara Keinginan dan Jalan Menuju Surga
- account_circle Naw
- calendar_month Selasa, 2 Des 2025
- comment 0 komentar

Foto : Illustrasi
Melalui renungan hidup , mengapa banyak orang sakit justru berusaha keras mencari obat, berharap sembuh, dan tidak ingin mati?
NEWSTUJUH.COM , MADIUN – Keyakinan lama mengatakan bahwa surga ditempuh melalui kematian dan pelepasan diri dari dunia. Kalimat ini kerap hadir dalam berbagai renungan hidup, mengajak manusia memahami bahwa kebahagiaan abadi berada di luar batas kehidupan fana. Namun di balik pesan rohani itu, muncul pertanyaan mendasar: jika kematian adalah pintu surga, mengapa manusia justru sangat ingin bertahan hidup?
Realitas sehari-hari menunjukkan bahwa ketika seseorang jatuh sakit, apalagi mendekati ajal, dorongan untuk sembuh justru semakin kuat. Keluarga berusaha keras mencari pengobatan terbaik, sementara pasien menggantungkan harapan pada keajaiban. Situasi ini memperlihatkan bahwa insting untuk hidup jauh lebih besar daripada keberanian untuk menghadapi kematian, meskipun kematian diyakini sebagai pintu menuju kehidupan kekal.
Para ahli psikologi menyebut bahwa hasrat untuk tetap hidup adalah naluri yang tertanam dalam diri manusia sejak lahir. Naluri ini bekerja otomatis, menuntun seseorang untuk mempertahankan diri meskipun fisik sedang melemah. Inilah sebabnya seseorang yang sekarat masih berusaha berbicara, tersenyum, atau sekadar menggenggam tangan orang terdekat sebagai bentuk perlawanan terhadap kepunahan.
Dari sudut pandang spiritual, keinginan untuk sembuh bukan semata ketakutan pada kematian, melainkan wujud rasa syukur atas hidup yang telah dianugerahkan. Dalam banyak ajaran, hidup dianggap sebagai amanah yang wajib dijaga, sehingga upaya bertahan adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Manusia berjuang melawan sakit bukan karena menolak surga, melainkan karena menghormati kesempatan hidup yang masih diberikan.
Selain itu, ikatan emosional dengan keluarga menjadi alasan kuat mengapa banyak orang berharap pulih. Tanggung jawab terhadap anak, pasangan, atau orang tua menciptakan dorongan kuat untuk tetap hidup. Kematian bukan hanya akhir perjalanan pribadi, tetapi juga perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Inilah pergulatan batin yang membuat manusia tetap mencari harapan meski tubuh melemah.
Renungan ini membuka kesadaran bahwa hidup dan mati bukan dua hal yang harus dipertentangkan. Keduanya adalah bagian dari satu perjalanan spiritual yang tidak bisa dipilih sesuka hati. Hidup harus dijalani sebaik mungkin, sementara kematian akan datang pada waktunya tanpa perlu dipercepat atau dihindari berlebihan. Dengan pemahaman ini, manusia bisa menjalani hidup lebih bijak tanpa kehilangan harapan.
Pada akhirnya, kalimat “Surga ditempuh dengan jalan mati dan meninggalkan dunia” harus dipahami sebagai pengingat, bukan ajakan mempercepat kematian. Ia mengajarkan bahwa manusia harus mempersiapkan diri secara spiritual, sambil tetap menghargai kehidupan dan berusaha sembuh ketika sakit. Sebab perjuangan untuk hidup adalah bagian dari kehormatan manusia sebagai makhluk yang diberi akal, rasa, dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
- Penulis: Naw
- Editor: Isworo

Saat ini belum ada komentar