NewsTujuh.com, JEMBER – Enam nelayan asal Puger, Kabupaten Jember, dinyatakan hilang sejak 29 Juni 2025 usai melaut di perairan pantai selatan.
Hingga hari ini, Rabu (9/7/2025), keberadaan mereka belum juga ditemukan. Upaya pencarian terus dilakukan oleh tim gabungan SAR yang terdiri dari Basarnas, Polairud Polres Jember, BPBD Jember, dan Relawan Kebencanaan, bahkan melibatkan jaringan Basarnas lintas daerah sepanjang pantai selatan Jawa.
Petugas Basarnas Jember sebelumnya telah mengumpulkan seluruh keluarga korban di Kantor Kecamatan Puger untuk melakukan koordinasi dua arah terkait pencarian.
Sementara itu, perahu KM Sinar yang ditumpangi keenam nelayan tersebut ditemukan pada 5 Juli 2025 di Pantai Prigi, Trenggalek, Jawa Timur, namun kondisi awak kapal tidak diketahui.
Upaya konfirmasi kepada Kepala BPBD Jember, Indra Tri Purnomo, melalui sambungan telepon dan pesan singkat belum mendapatkan respon hingga berita ini diturunkan.
Salah satu keluarga korban, Umi Farida, yang merupakan keponakan dari Daim, salah satu nelayan yang hilang, menyampaikan bahwa keluarga sudah mengikhlaskan, namun tetap berharap pemerintah terus mengupayakan pencarian.
“Keluarga sudah ikhlas, namun tetap kami menginginkan pemerintah tetap mengupayakan pencarian,” kata Umi Farida.
Ia menjelaskan bahwa informasi penemuan perahu berawal dari nelayan asal Trenggalek yang sedang berlabuh di Pantai Puger.
Nelayan itu mendapat kabar tentang temuan perahu dengan ciri yang sama di Pantai Prigi dan menyampaikannya kepada nelayan lokal. Informasi itu diteruskan ke Basarnas Jember yang kemudian berkoordinasi dengan Basarnas Trenggalek.
“Basarnas Jember menelepon Basarnas Trenggalek dan benar memang itu perahunya,” jelas Farida.
Farida juga mengungkapkan bahwa pada awal kejadian, keluarga korban sempat tidak mendapatkan respon dari Basarnas Jember, sehingga mereka melakukan pencarian mandiri hingga ke Pantai Sendang Biru, Malang, tanpa hasil.
Merasa tidak dilayani, mereka kemudian melapor ke Basarnas Provinsi Jawa Timur, barulah Basarnas Jember mulai memberikan tanggapan.
Namun tanggapan tersebut disertai permintaan biaya yang memberatkan keluarga.
“Waktu itu ditanggapinya oleh Basarnas Jember dengan minta sewa kapal besar Rp 3–4 juta per hari, bensin 90 liter per hari, uang makan tim SAR Rp 500 ribu per hari. Keluarga semua nangis, ekonomi mereka tidak mampu, apalagi sedang kena musibah,” ungkap Farida.
Atas hal tersebut, Farida melapor ke Ombudsman RI. Setelah itu, pemerintah daerah menggelar rapat koordinasi dengan keluarga korban. Dalam rapat tersebut, tim SAR gabungan meminta permohonan maklum atas keterbatasan peralatan mereka, termasuk tidak memiliki kapal besar.
“Mereka hanya punya perahu kecil jadi daya jangkau juga terbatas, akhirnya nggak jadi minta uang. Oke lah, mereka minta permakluman. Tapi kalau awalnya langsung minta duit, ya keluarga korban bisa keder duluan,” lanjut Farida.
Farida menyayangkan lambannya respon pemerintah daerah terhadap musibah ini. Ia menilai Pemkab Jember tidak memberikan perhatian serius, padahal ini menyangkut nyawa enam warga.
“Ini 6 orang loh, soal nyawa harusnya jadi atensi utama. Kok kayaknya Bupati Jember menganggap ini kasus kecil? Itu membuat saya kecewa dengan pemerintah daerah,” keluhnya.
Farida yang juga mantan Pengurus Besar HMI ini bahkan mengancam akan menggugat class action terhadap pemerintah atas lambannya penanganan dan kurangnya sarana kebencanaan yang layak.
“Jember ini daerah kaya, kok Basarnasnya nggak punya kapal besar? Jember itu rawan bencana, tapi pemerintahnya tidak peduli soal prasarana yang sesuai dengan karakter wilayahnya,” pungkasnya.
Diketahui, enam nelayan yang hilang tersebut adalah Wasito, Daim, Zainul Arifin, Ahmad Basori, Mistawi, dan Bahori.
Mereka melaut pada 27 Juni 2025 dari Pantai Pancer, Puger, Jember. Hingga kini, keenamnya masih dalam status pencarian.