NewsTujuh.com , SURABAYA – Istilah “brain rot,” meskipun terdengar hiperbolik, mencerminkan kekhawatiran yang semakin nyata tentang dampak negatif penggunaan media sosial yang berlebihan terhadap kemampuan kognitif. Ini bukan sekadar penurunan kemampuan mengingat atau konsentrasi, melainkan kemerosotan kemampuan untuk berpikir kritis, menganalisis informasi secara objektif, mengevaluasi argumen, dan membentuk kesimpulan yang rasional. Alih-alih memperkaya pikiran, arus informasi yang tak terbendung di media sosial justru dapat mengikis kemampuan kognitif kita, menciptakan apa yang dapat disebut sebagai “degradasi kognitif digital.”
Salah satu mekanisme utama yang berkontribusi pada “brain rot” adalah overload informasi. Media sosial menghadirkan aliran informasi yang tak henti-hentinya, dari berita terkini hingga konten hiburan yang dirancang untuk menarik perhatian sesaat. Otak manusia, meskipun memiliki kapasitas yang luar biasa, bukanlah mesin yang mampu memproses informasi tanpa batas. Ketika dibanjiri informasi yang berlebihan, kemampuan untuk memproses informasi secara mendalam dan kritis akan menurun. Alih-alih menganalisis informasi secara menyeluruh, individu cenderung mengonsumsi informasi secara pasif dan dangkal, menyerap informasi permukaan tanpa menggali lebih dalam.
Lebih lanjut, algoritma media sosial yang dirancang untuk mempersonalisasi konten justru memperburuk situasi. Algoritma ini menciptakan filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar informasi yang sesuai dengan preferensi dan bias mereka yang sudah ada. Hal ini memperkuat pandangan yang sudah ada dan membatasi paparan terhadap perspektif yang berbeda. Akibatnya, kemampuan untuk berpikir secara kritis dan objektif semakin melemah. Individu menjadi kurang mampu mengevaluasi informasi dari berbagai sudut pandang dan membentuk kesimpulan yang lebih seimbang.
Selain itu, media sosial seringkali mendorong konsumsi informasi yang dangkal. Konten yang singkat, mudah dicerna, dan dirancang untuk menarik perhatian sesaat mendominasi platform media sosial. Hal ini menghambat kemampuan untuk fokus pada informasi yang lebih kompleks dan membutuhkan pemikiran yang mendalam. Kemampuan untuk membaca dan memahami teks panjang, menganalisis data yang kompleks, dan membentuk argumen yang koheren dapat terkikis. Individu menjadi lebih terbiasa dengan informasi yang instan dan mudah dicerna, mengurangi kemampuan untuk memproses informasi yang membutuhkan usaha kognitif yang lebih besar.
Dampak Brain Rot
Dampak “brain rot” tidak hanya terbatas pada kemampuan berpikir kritis. Kemampuan konsentrasi dan daya ingat juga terpengaruh. Notifikasi yang terus-menerus, aliran informasi yang tak henti-hentinya, dan sifat adiktif media sosial mengganggu konsentrasi dan mengurangi kemampuan untuk fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan perhatian yang berkelanjutan. Rentang perhatian individu menjadi semakin pendek, membuat sulit untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks dan membutuhkan fokus yang mendalam. Daya ingat juga terpengaruh karena otak dibanjiri informasi yang dangkal dan cepat berlalu, mengurangi kemampuan untuk mengingat informasi penting dan membentuk koneksi yang bermakna.
Lebih jauh lagi, “brain rot” dapat berdampak pada kesehatan mental. Perbandingan sosial yang konstan, tekanan untuk menampilkan citra diri yang sempurna, dan paparan terhadap konten negatif di media sosial dapat memicu kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. Kurangnya interaksi tatap muka dan koneksi sosial yang bermakna dapat memperburuk masalah ini. Kecemasan dan depresi, pada gilirannya, dapat semakin menurunkan kemampuan kognitif dan memperparah “brain rot.”
Untuk mengatasi “brain rot,” diperlukan upaya sadar untuk mengontrol konsumsi media sosial. Membatasi waktu penggunaan, memilih konten yang berkualitas, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis merupakan langkah-langkah penting untuk melindungi daya pikir kita. Kita perlu melatih kemampuan untuk mengevaluasi sumber informasi, mengidentifikasi bias, dan membedakan fakta dari opini. Membangun kesadaran diri tentang bagaimana kita menggunakan media sosial dan dampaknya terhadap kesehatan mental dan kognisi juga sangat penting. Selain itu, mencari informasi dari berbagai sumber yang terpercaya dan beragam, serta meluangkan waktu untuk aktivitas yang merangsang pikiran dan meningkatkan konsentrasi, seperti membaca buku, bermain musik, atau berdiskusi dengan orang lain, dapat membantu melawan “brain rot.”
Kesimpulannya, “brain rot” bukanlah sekadar istilah hiperbolik, melainkan refleksi dari dampak nyata penggunaan media sosial yang berlebihan terhadap kemampuan kognitif. Dengan memahami mekanisme yang berkontribusi pada “brain rot” dan menerapkan strategi yang tepat, kita dapat melindungi daya pikir kita dan memanfaatkan potensi positif media sosial tanpa mengorbankan kemampuan berpikir kritis dan kesehatan mental kita. Perlu diingat bahwa media sosial hanyalah alat; bagaimana kita menggunakannya menentukan dampaknya terhadap diri kita sendiri.
Oleh :
Wahyu Mahesa Miarta
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya