Kewajiban Haji Bagi WNI Gugur , Ini Alasan Dr. Erwandi Tarmizi Menurut Syariat Dan Realita

Pakar Ekonomi Syariah Tegaskan,Antrian 30 - 50 Tahun bukan ciri kemampuan Haji (Foto : Istimewa)
Pakar Ekonomi Syariah Tegaskan,Antrian 30 - 50 Tahun bukan ciri kemampuan Haji (Foto : Istimewa)

NewsTujuh.com , Jakarta — Ustaz Dr. Erwandi Tarmizi, pakar fikih muamalah dan ekonomi syariah terkemuka, menyatakan bahwa kewajiban haji bagi warga negara Indonesia saat ini gugur, berdasarkan dalil syar’i dan realita sistem penyelenggaraan haji di Indonesia. Pernyataan ini disampaikannya dalam berbagai forum ilmiah dan juga termuat dalam karya-karyanya, termasuk buku Harta Haram Muamalat Kontemporer.

Berikut adalah poin-poin penting fatwa Dr. Erwandi Tarmizi yang kini ramai diperbincangkan di kalangan akademisi dan masyarakat luas.

1. Masa Tunggu Haji 30–50 Tahun Menggugurkan Istitha’ah (Kemampuan)

Dalam pandangannya, QS Ali Imran: 97 menjelaskan bahwa ibadah haji hanya diwajibkan bagi yang mampu (istitha’ah). Namun, realita masa tunggu yang mencapai puluhan tahun menyebabkan seseorang tidak lagi dikategorikan sebagai mampu secara syar’i, karena usia dan kesehatan tidak menjamin keberangkatan saat jadwal tiba.

“Antrian haji yang sangat panjang berarti istitha’ah hilang. Maka gugur kewajibannya,” tegas Dr. Erwandi.

2. Fatwa Ulama Internasional: Tidak Wajib Haji Bila Antriannya Puluhan Tahun

Dr. Erwandi juga mengutip fatwa para ulama di Arab Saudi, yang menurutnya menyatakan bahwa haji tidak lagi wajib bagi umat Islam yang harus menunggu puluhan tahun. Ini bukan opini personal, melainkan hasil musyawarah para ulama senior di negara penyelenggara haji.

3. Dana Talangan Haji: Penyebab Antrian dan Mengandung Riba

Salah satu penyebab antrian panjang, menurutnya, adalah praktik dana talangan haji, yakni sistem pinjaman dana untuk sekadar “mengunci” porsi antrian. Sistem ini disebut mengandung riba dan gharar (ketidakjelasan), sehingga hukumnya haram,

“Sistem ini menciptakan ketidakadilan dan hanya memperburuk kondisi,” ujarnya.

4. Negara Bertanggung Jawab atas Sistem Haji yang Tidak Syari

Karena sistem haji yang mengandung riba, tidak adil, dan melibatkan unsur gharar, Dr. Erwandi menilai bahwa penyelenggara negara menanggung dosa atas ketidaksesuaian sistem dengan syariat Islam. Masyarakat disebut hanya sebagai korban regulasi yang tidak memihak umat.

5. Kritik Pedas: Haji Dikelola oleh Pihak yang Tidak Mengerti Fikih

Dr. Erwandi juga melontarkan kritik terhadap pengelolaan haji oleh pihak-pihak yang tidak memahami hukum agama. Hal ini menyebabkan banyak penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah haji dari sisi fiqih dan moralitas.

6. Haji Furoda Disebut “Judi Gaya Baru”

Fenomena Haji Furoda, yang menggunakan visa mujamalah di luar kuota resmi pemerintah, juga tak luput dari sorotan. Dr. Erwandi menyebutnya sebagai “judi gaya baru”, karena sifatnya spekulatif dan tidak menjamin kepastian keberangkatan.

7. Haji Khusus Juga Terjebak dalam Sistem Riba

Tak hanya haji reguler, Dr. Erwandi menyoroti bahwa haji khusus pun banyak mengandung riba, terutama dalam sistem pembiayaan dan cicilan. Jika ibadah hanya bisa dilakukan dengan cara yang haram, maka menurut beliau tidak wajib hukumnya.

8. Solusi: Umroh Ramadan Setara Pahala Haji

Sebagai solusi yang lebih realistis, beliau menyarankan umat Islam di Indonesia untuk fokus kepada umroh di bulan Ramadan. Berdasarkan hadis, umroh Ramadan setara dengan pahala haji.

“Lebih baik menjaga agama dengan jalan halal daripada memaksakan ibadah melalui cara haram,” tegasnya.

Fatwa Bukan Hukum Mutlak, Tapi Pilihan Kesadaran Syariah

Meski pernyataannya kontroversial, Dr. Erwandi menegaskan bahwa fatwa ini bukan hukum mutlak, melainkan bentuk ijtihad kontemporer yang bisa diterima atau ditolak berdasarkan keyakinan masing-masing individu.

Ia juga menegaskan tidak memiliki afiliasi dengan biro haji atau travel umroh, sehingga fatwa ini murni lahir dari keilmuan dan kepedulian terhadap umat.

Pos terkait